Friday, January 27, 2012

KECERDASAN SAYYIDINA ALI RA

RasulAllah SAW seringkali memuji sahabatnya atas hal yang berbeda-beda.
Abu bakar RA misalnya, dipuji beliau atas keimanan yang kuat mengakar di jiwanya.
Umar RA dipujinya atas kemampuannya menegakkan yang hak tanpa takut dicela.
Utsman RA dipujinya atas sifat malunya yang bahkan membuat malaikatpun menjadi malu padanya, dan Ali bin Abi Thalib dipujinya atas kecerdasan, ilmu dan pengetahuan yang menjadikannya gerbang ilmu jika diibaratkan Nabi Muhammad adalah kotanya.

Kawan, akan kuceritakan padamu sekelumit kisah,  setetes dari lautan ilmu Sahabat nabi kita ini..

Seorang wanita di zaman kekhalifahan Abu bakar RA melahirkan padahal dia baru menikah 6 bulan sebelumnya. Dan hal tersebut menimbulkan fitnah dan pergunjingan di masyarakat. Merekapun menuduhnya berzina, dan menuntut pemerintah untuk merajam perempuan tersebut. Maka sebuah sidang diadakan untuk memutuskan apakah anak tersebut adalah hasil zina sehingga perempuan tersebut harus dihukum rajam ataukah dia adalah anak yang sah. Ali RA yang merupakan hakim pada masa tersebut pun didatangkan untuk membuat sebuah keputusan.

“Bayi itu adalah anak yang sah! Nasab dan waris diikutkan kepada ayahnya“

“Atas dasar apa keputusan itu kau buat wahai Ali?“ tanya sang khalifah

“Atas dasar Al-Quran firman Allah SWT, cobalah baca Quran surat Al-Ahqaf ayat 15 Allah SWT berfirman

     (وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا)

    (..hamil dan menyusui adalah 30 bulan.. )
    
Sementara dalam ayat yang lain Allah berfirman :
   
    (وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلاَدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْ
)

   (..dan wanita menyapih anak yang disusuinya setelah berusia 2 tahun..)

Dua tahun adalah 24 bulan. Maka jika hamil dan menyusui adalah 30 bulan dan menyusui adalah 24 bulan, bukankah berarti kehamilan itu adalah 6 bulan? Maka, hamil 6 bulan adalah mungkin dengan penyaksian Al-Quran.
Dan khalifahpun memutuskan seperti yang telah disampaikan oleh Sayyidina Ali RA.

Kisah lain tentang kecerdasan beliau

Di masa kekhalifahan Sayyidina Umar RA, dua orang perempuan melahirkan di waktu yang hampir bersamaan di rumah seorang bidan. Seseorang diantara mereka melahirkan bayi laki-laki dan seorang lagi melahirkan bayi perempuan. Namun sang bidan yang meletakkan kedua bayi itu berjejeran begitu saja tidak ingat betul siapa ibu bayi laki-laki dan siapa ibu untuk bayi yang perempuan. Dan masalah menjadi pelik tatkala kedua ibu tersebut mengakui dan memperebutkan bayi laki-laki sebagai miliknya.
Masalah tersebut sampai di meja hijau kekhalifan Umar RA, dan beliaupun segera memanggil Sayyidina Ali RA untuk memberikan keputusan yang benar.

“Harap masing-masing dari kedua ibu tersebut mengeluarkan air susunya dan dimasukkan di gelas ini“

Kata beliau seraya menyerahkan 2 buah gelas kepada dua orang tersebut.
Setelah dua gelas tersebut berisi air susu dari masing-masing ibu baru itu dan diberi tanda agar tidak tertukar, beliaupun kemudian menimbang air susu tersebut dalam sebuah timbangan. Dan ternyata sesuai perkiraan beliau satu gelas susu itu lebih berat dari yang lainnya.
Beliau kemudian memutuskan bahwa pemilik susu yang berat adalah ibu dari bayi yang laki-laki, sementara ibu dengan air susu yang lebih ringan adalah ibu dari bayi yang perempuan. Tatkala ditanyakan dengan dalilnya. Beliaupun kemudian membacakan firman ALLAH SWT, An-Nisa ayat 11 :

(لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ ٱلْأُنثَيَيْنِ)

(..bagi laki-laki adalah dua kali jatah perempuan..)

Kisah yang ini terjadi di masa kekhalifahan beliau sendiri di tengah perselisihan dan perpecahan umat yang mulai berlangsung. Dan siang itu disaat khutbah jumat dengan beliau bertugas sebagai khatib, seorang munafik mengangkat tangan mengajukan tiga buah pertanyaan. Diawali dengan ucapan pedasnya : 

“Wahai khalifah, Nabi Muhammad mengatakan bahwa beliau adalah kota ilmu dan engkau adalah pintunya, maka jika engkau benar-benar pintu dari kota ilmu, tentulah semua pertanyaanku dapat engkau jawab dengan benar”

“Silahkan ajukan pertanyaanmu” kata Sayyidina Ali RA

“Pertanyaan pertama, berapa jarak antara timur dan barat bumi ini?”

Tanpa diam lama, Sayyidina Ali menjawab “Selama perjalanan matahari dari pagi hingga sore hari”

Semua jamaah Jum'at berdecak kagum atas ketepatan jawabannya. Ya, bukankah matahari memang terbit di timur di waktu pagi dan tenggelam di barat saat sore hari?

“Pertanyaan kedua, apa yang sedang Allah SWT kerjakan saat ini?”

Sayyidina Ali RA tidak menjawab pertanyaan tersebut. Beliau malah turun dari mimbar kemudian naik kembali dan berkata

“Yang sedang Allah lakukan saat ini adalah menurunkan saya dari mimbar, menaikkan saya kembali, kemudian menjawab pertanyaanmu ini“

Dengan jawaban beliau yang tak terbantahkan itu, diapun menjadi terlihat kesal dan kemudian berkata

“Pertanyaan terakhir, kenapa di zaman khalifah Abu bakar dan Umar RA negeri ini aman dan damai, tidak ada perselisihan dan perpecahan, sementara di masa engkau memerintah ini negeri kita dipenuhi dengan huru-hara, keributan dan perselisihan antar sesama umat islam?”

Sayyidina Ali RA tersenyum mendapati pertanyaan yang bukan ilmu pengetahuan tapi perdebatan yang memojokkan beliau ini. Kemudian beliau berkata

“Ya, tentu saja di zaman khalifah Abu bakar dan Umar memerintah negeri kita damai, aman dan sejahtera sebab pemimpinnya adalah mereka dan rakyatnya adalah orang-orang seperti saya. Sementara di masa sekarang ini pemimpinnya adalah saya dan rakyatnya adalah orang-orang sepertimu“

Orang tersebut terdiam..

Thursday, January 19, 2012

KEBESARAN MANUSIA


"Rojul kabiir ..."

"Dia adalah manusia besar..."

Kata-kata ini sering saya dengar beberapa tahun lalu dari mulut Hubabah Bahiyyah saat memuji seseorang. Dan siang ini saat saya membaca sesuatu tentang Nabi Muhammad SAW saya jadi teringat kembali ucapan beliau sambil memikirkan makna “besar” yang beliau maksudkan dari ucapannya.

Saya mengerti bahwa tentu maksud beliau bukanlah kebesaran fisik, materi, ataupun pangkat duniawi sebab seringkali yang beliau puji adalah seseorang berbadan kecil, miskin, dan dari bukan dari kalangan penguasa. Bukan pula kebesaran ilmu sebab terkadang yang dipujinya bukanlah seorang ulama.

Manusia secara fisiknya adalah makhluk yang kecil bahkan sangat kecil jika dibandingkan dengan alam semesta. Dia dan seluruh spesiesnya yang berjuta-juta ini menempati sebuah planet bernama bumi yang kabarnya jika dibandingkan dengan angkasa raya hanyalah seperti sebutir pasir dalam luasnya gurun sahara.
Bayangkan jika bumi tempat tinggal jutaan manusia saja sekecil butir pasir seperti apa kecilnya manusia yang menjadi penghuninya ? Dan jika bumi yang kecil ini saja, kita manusia tidak pernah punya cukup waktu untuk menjelajahinya bahkan seumur hidup kita, lantas bagaimana dengan dengan kebesaran angkasa, semesta, dan seluruh jagad raya?
Kemudian, jika semesta saja sedemikian besarnya pastilah tak mampu kita bayangkan kebesaran dan keagungan penciptanya?

Maka, inilah kita manusia dengan segala kekecilan dan kekerdilannya, dan disanalah Tuhan dengan segala keagungan dan kebesarannya.